Pasang banner dibawah ini ukuran 125x125 hanya 20.000/bulan

Agar Disikapi dengan Dewasa

Brahmacarya artinya abstinence alias berpantang esek-esek. As far as I understand, kita BISA brahmacarya kalo memang tidak ada yg bisa di-esek. Tapi, kalo kita lagi beruntung dan bertemu dengan seseorang yg gimana gituh dan suka sama suka, then why not gitu lho! Buat agama atau aliran kepercayaan tertentu, praktek brahmacarya yg diartikan sebagai NON esek-esek merupakan suatu syariat. Yg namanya kiat-kiat dari agama apapun adalah syariat, semua agama memiliki syariat. Dan kita juga tahu bahwa yg namanya syariat itu bukannya melepaskan manusia untuk menjadi dirinya sendiri, malahan mengikat dan membebani manusia sehingga menjadi semacam robot saja yg melakukan ritual demi pahala blah blah blah... pedahal Allah itu cuma konsep buatan manusia di jaman dahulu kala. Ada agama yg memiliki ritual dan segala macam syariat buat menyenangkan dewa-dewi blah blah blah... Ada juga yg menggunakan istilah untuk menyenangkan Allah. So, semuanya menjanjikan Angin Surga yg juga bisa dibilang sebagai Angin Nirwana. Di Sulawesi Selatan namanya Angin Mamiri yg setahu saya tidak bisa jalan kalau tidak dipasang seperti dengan jelas bisa didengar dari bait lagu "Angin mamiri kupasang, blah blah blah..." Saya sendiri berpendapat bahwa konsep brahmacarya yg diartikan sebagai non esek-esek termasuk jenis pembodohan massal juga karena menjadi seorang selibat tidak otomatis meningkatkan spiritualitas seseorang. Ngesek atau tidak ngesek secara fisik has no spiritual value whatsoever. Ngesek is netral, sama saja seperti makan dan minum. Habis makan dan minum kita akan kenyang sampai akhirnya lapar lagi. Sex is also like that, cuma memang memerlukan partner yg syariatnya cuma satu yaitu suka sama suka. Bisa juga dilakukan seorang diri saja, namanya swalayan alias self service dengan hasil akhir yg sama yaitu meletusnya "kawah berapi" yg lalu dibersihkan dengan seksama plus ucapan alhamdulilah, kalau mau. J. Krishnamurti tidak mempraktekkan brahmacarya, dia ngesex dengan istri sahabat baiknya selama bertahun-tahun. Osho Rajnesh tidak mempraktekkan brahmacarya. Osho malah boleh dibilang free sex; pengikutnya juga banyak yg free sex yg menurut saya ok saja selama semuanya didasarkan atas suka sama suka. So, brahmacarya secara fisik tidak bernilai secara spiritual. Yg mungkin bernilai secara spiritual adalah brahmacarya secara rohani. Jadi, dengan kata lain, kita tetap saja akan bisa meditasi dan mencapai samadhi walaupun sedang nge-sex. Ya gak? Ya gak? On the other hand, kalau membahas tentang syariat agama, maka domain-nya itu memang agak sedikit berbeda karena syariat agama mengiming-imingi dengan Sorga dan Neraka, as well as memakai kata "Allah" yg menurut saya berimplikasi penipuan. Kenapa berindikasi penipuan? Karena setiap orang BISA membuat peraturan dan bilang bahwa itu syariat dari Allah. Pedahal peraturan itu dibuat oleh manusianya sendiri, dan bahkan Allah disitu merupakan konsep buatan si manusia itu sendiri. It's very SIMPLE to make a religion. Sangat mudah sekali untuk membuat agama. Anda tinggal bilang bahwa Allah menyuruh anda potong kambing, atau jiarah ke tanah merah, atau tanah item, whatever... as simple as that. Pada pihak lain, merupakan HAM bagi setiap orang untuk percaya kepada agama apapun atau untuk tidak percaya kepada agama apapun, atau bahkan untuk menciptakan agama apapun dan menjalankannya sendiri. Selama tidak bertentangan dengan ketertiban umum, segalanya itu bisa saja dilakukan karena ini berada di DOMAIN PRIBADI. Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya menerapkan prinsip HAM Universal seperti itu. Jadi tidak akan ada pemaksaan agar orang mengikuti ajaran atau syariat agama tertentu karena orang disana sudah tahu bahwa segalanya itu buatan saja, walaupun memang tetap saja membawa-bawa nama Allah yg disana disebut sebagai God. Then what about the ayats ? The ayat-ayat suci? We also know bahwa yg namanya ayat-ayat yg disucikan itu selalu keluar lewat mulut atau tulisan tangan manusia. Yg berbicara itu selalu manusianya sendiri, walaupun manusia itu BISA mengaku dibisikin oleh malaikat atau Allah atau apapun nama yg disebutnya, yg juga tidak akan menjadi masalah. Yg penting kita TAHU bahwa yg berbicara itu selalu manusianya sendiri, walaupun mengatas-namakan apapun. Kalaupun manusia itu bilang ada "malaikat", tetap saja yg bicara kepada manusia-manusia lainnya itu si manusia yg merasa bertemu "malaikat" itu sendiri. Jadi, manusia itu merasa bertemu dengan "malaikat", dan hasil pertemuannya itu dilaporkan kepada manusia-manusia lainnya. Dengan kata lain, yg bicara kepada orang-orang lain dan akhirnya menjadi ayat yg disucikan ya tetap saja orang itu sendiri dan BUKAN malaikat. Segala macam ayat itu keluar dari mulut manusia, dalam hal ini manusia yg mengaku bertemu dengan "malaikat" yg menyampaikan ayat-ayat itu. Dan "malaikat" itu siapa lagi kalau bukan figment dari KESADARAN di diri si manusia itu sendiri yg tidak ada bedanya dengan kesadaran di dalam diri setiap manusia lainnya? So, there's nothing special here. Pengalaman bertemu dengan "malaikat" termasuk umum juga, ini pengalaman psikologis biasa saja ketika orang sedang stress, dsb... Sama saja seperti orang "kesambet/kesurupan " yg mengaku sebagai Abah Anom bin siapa gituh... bahkan BISA dengan suara seperti si abah yg sudah meninggal, etc... Tetapi, apakah benar itu arwah si Abah is another thing karena, yg jelas, yg bicara itu si manusia hidup itu sendiri. Menurut saya semuanya berasal dari kesadaran di dalam diri manusianya sendiri yg memang BISA fleksibel "menyadap" informasi dari mana saja, baik dari memory yg bernama Abah Anom whomever,... maupun dari "Allah". Di Jawa, kegiatan berbicara mengatasnamakan "roh" lain dikenal sebagai "ndawuh". Kalau di Timur Tengah namanya "nubuah" dan orang yg berbicara disebut sebagai seorang nabi atau nabiah. Yg berbicara tetap si manusia sendiri, dengan mengatas-namakan malaikat atau Allah atau apapun yg mau disebutnya. And, that's the phenomenon that we now know as Lia Eden, yg berkelakuan tidak ada bedanya dengan berbagai macam orang yg mengaku dan diakui sebagai seorang nabi or nabiah di masa lalu. Lia Eden mengaku bertemu dengan "malaikat" dan berbicara blah blah blah... pedahal yg berbicara itu cuma kesadaran di dalam dirinya sendiri saja.

Comments :

0 komentar to “Agar Disikapi dengan Dewasa”

Posting Komentar