Gambar Ini beneran lho...(bukan maksud menghina Soe-tta)
Dalam rangka memerangi korupsi diadakan lomba desain poster bertema "Anti Korupsi"
Desain ini sangat kreativ dan akhirnya menjadi pemenang dalam lomba tersebut,The Founding Father sampai sebegitunya malu dengan menutup muka karena melihat bangsa ini hancur digerogoti dari dalam oleh korupsi,bukan karena penjajahan tempo dulu,mungkin sang Founding Father tak tahan menampakkan mukanya dalam uang 100 ribuan yang sering lalu lalang dalam dunia perkorupsian
Uang hanya dijadikan berhala baru demi kepentingan pribadi dan segelintir orang,mungkin kalau beliau-beliau ini bisa bicara niscaya beliau tak ingin wajahnya di jadikan sebagai icon mata uang,mending pakai gambar Tukul Arwana aja kali yaa...tak sobek-sobek.....balik maning nang laptop
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berdasarkan survei TII menyebutkan permintaan suap di peradilan mencapai 100%. Artinya, semua yang terkait dengan instansi peradilan meminta suap kepada masyarakat yang berhubungan dengannya.
Untuk IPK Bea Cukai, mencapai 95%, imigrasi (90%), dan DPRD (90%), kemudian disusul instansi lain seperti Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara atau KPPN (86%), Dinas Tenaga Kerja-Pemda (84%), Dinas Kimpraswil-Pemda (82%), institusi pemberi izin usaha (82%), Badan Pertanahan Nasional (87%), dan militer (80%).
Ketua Dewan Pengurus TII Todung Mulya Lubis menyatakan oknum di instansi tersebut tidak canggung lagi dalam meminta suap. Hal ini dikonfirmasikan oleh laporan para pelaku usaha bahwa inisiatif suap lebih banyak dilakukan aparat, tuturnya di Jakarta kemarin.
Menurut dia, berdasarkan laporan dari para responden diketahui bahwa modus korupsi saat ini semakin canggih dan jumlah suap yang diminta semakin meningkat.
Sumber: Bisnis Indonesia
Hasil survei Transparency International Indonesia (TII) menyatakan praktek suap masih terjadi di sejumlah lembaga pelayanan publik. Uniknya, seratus persen inisiatif suap di lembaga peradilan berasal dari pejabat atau pegawai pengadilan. Lembaga peradilan seratus persen meminta, bukan orang yang memberikan atau menawarkan, ujar Sekretaris Jenderal TII Rizal Malik saat menyampaikan hasil surveinya di Jakarta kemarin.
Hasil survei tersebut, selain lembaga peradilan, lembaga publik lainnya adalah Bea-Cukai yang menempati 95 persen, Imigrasi (90 persen), Badan Pertanahan Nasional (87 persen), militer (80 persen), dan polisi 78 persen. Mereka tidak malu-malu untuk meminta suap, kata Rizal.
Survei dilakukan secara serentak di 32 kota terhadap 1.760 responden yang merupakan pelaku usaha. Para responden, menurut survei itu, mengaku selalu dimintai uang pelicin ketika berinteraksi dengan institusi publik. Survei dilakukan dalam kurun waktu September-Desember 2006, yang bekerja sama dengan Marketing Research Indonesia. Metodologi yang digunakan menggunakan kuota sampling dengan cara wawancara tatap muka dan kuesioner terstruktur.
Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Waluyo mengatakan permintaan suap oleh penyelenggara negara sebagai tindakan pemerasan. Menurut Waluyo, maraknya praktek suap karena masih adanya budaya permisif dalam masyarakat Indonesia.
Praktisi hukum Todung Mulya Lubis meragukan jika praktek suap di peradilan seratus persen berasal dari pegawai pengadilan. Menurut dia, praktek suap terjadi karena ada yang menawarkan, yakni para calo dan pengacara hitam. Ketua Dewan Pengurus TII itu mengatakan hasil survei ini adalah hal menarik. Saya tidak ingin membantah itu, ujar Todung.
Dari hasil survei, diketahui bahwa persepsi masyarakat perihal suap terbagi dua. Sebanyak 50 persen menyatakan tidak setuju. Sedangkan 49 persen menyatakan setuju. Alasan mereka yang tidak setuju karena suap merusak sistem, melanggar hukum, dan membuat biaya tinggi.
Sedangkan yang setuju beralasan, suap untuk berterima kasih karena sudah ditolong, agar izin usaha lancar, hal yang lumrah, gaji pegawai yang rendah, dan sebagai sumbangan/zakat.
Sementara itu, juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, mengakui kemungkinan masih ada hakim yang menerima suap. Memang masih ada yang nekat begitu, ujarnya seusai rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat kemarin. Dia mempersilakan, jika ada bukti, hakim yang masih menerima suap segera dilaporkan ke Mahkamah Agung. Pasti kami tindak lanjuti, ujarnya.Tito Sianipar Rini Kustiani
Sumber: koran Tempo,
Malunya Founding Father Kita
WAHYUDITISNAATMAJA, Selasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar